By :
Djohan Trio Santoso
Email : jona_wahyu@yahoo.com
Penulis adalah salah
satu pengagum gusdur dan Salah satu staff pengajar di Staimidia Konang
Bangkalan
Pada umumnya, madrasah muncul dan
berkembang sebagai upaya masyarakat, khususnya di pedesaan untuk memperoleh pendidikan yang tidak bisa mereka akses di
sekolah umum. Berbagai alasan mereka enggan masuk sekolah umum karena
keterjangkauan jarak tempuh ke lokasi sekolah dari rumah siswa atau karena keterbatasan biaya.
Madrasah merupakan institusi pendidikan berbasis masyarakat yang menjadi
alternatif dari pendidikan umum.
Kenyataan seperti ini menunjukkan bahwa sebagian besar madrasah
merupakan milik swasta yang diinisiasi, didirikan dan dibiayai oleh masyarakat
sendiri.
Salah
satu dari sekian banyak bukti tersebut, tampak terlihat dalam agenda kementrian
agama kabupaten bangkalan yakni “madrasah science fair and expo madrasah”. Tepat
5 hari yang lalu, dari
tulisan ini dibuat, tertanggal 22 Desember 2012, seluruh lembaga pendidikan agama (baca:
madrasah) se-kabupaten
Bangkalan, bahu membahu untuk
menyukseskan dan berkompetisi dalam ajang sains dan pameran hasil karya anak-anak
didik serta para guru madrasah; meskipun hanya berbekal segudang kepercayaan
pada diri anak-anak didik serta para guru, dan seluruh jajaran madrasah umumnya.
Gebrakan
baru dalam dunia pendidikan yang
mungkin sangat jarang disaksikan. Sungguh trobosan yang sangat seksi. Tiada kata yang patut dikatakan,
kecuali wow, luar biasa atau kereeeen, pada lembaga yang
dinahkodai oleh bapak Drs.H.Amin
Machfud, M.Pd.I ini. Dimana madrasah adalah lembaga (yang kata
orang) adalah lembaga ala kadar. Yang dalam sejarah, lembaga ini lahir lebih karena spirit
yang kuat untuk mencerdaskan masyarakat, bukan karena telah siapnya
faktor-faktor pendukung seperti keberadaan guru yang memenuhi kualifikasi dan
keberadaan sarana prasarana yang memadai. Prinsip yang biasanya dipegang oleh
para perintis madrasah adalah menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat, khsusunya masyarakat
miskin di pedesaan dengan segala keterbatasannya.
Perubahan untuk menjadi lebih baik tentunya merupakan
harapan yang diinginkan. Perubahan semakin dinginkan ketika banyak orang merasa
selama ini mereka berada jauh dari standar baik. Dan itu terasa kini, baik
oleh jajaran kemenag kabupaten maupun madrsah. Dan baru melek. Meskipun, untuk berubah
bukanlah hal yang mudah, walaupun juga bukan berarti sulit dilakukan. Untuk
mengubah diri menjadi lebih baik, tidak cukup dengan bermodalkan keinginan dan
niat baik.
Untuk bergerak dan menghasilkan perubahan, seorang
pemimpin harus mengajak masyarakatnya (baca: jajaran kemenag dan
madrasah/yayasan) untuk: pertama: melihat
dan mempercayai bahwa sesuatu telah berubah. “Seeing is believing”. kemudian, kedua; memberikan bahan bakar untuk maju bergerak, dan ketiga;
menyelesaikan perubahan sampai tuntas. Ini adalah tugas seorang
pemimpin. Perubahan akan mengalami kegagalan jika anggota masyarakat tidak bisa
melihat perubahan seperti apa yang telah dilihat oleh pemimpinnya.
Namun kesuksesan itu, juga membutuhkan komitmen dari
semua pihak. Pertanyaannya kemudian adalah; mana yang lebih penting: komitmen
mengikuti keberhasilan perubahan, ataukah komitmen yang mendorong keberhasilan
perubahan?
Tentunya, banyak orang akan mengatakan bahwa komitmentlah
yang mendorong keberhasilan perubahan. Selanjutnya, yang perlu difahami adalah
dalam tubuh organisasi selalu ada kelompok optimis yang concern menjalankan laju organisasi demi
kebaikan dan kebahagiaan bersama. Dilain pihak ada juga kelompok pesimist yang
memiliki separoh keyakinan dalam diri, sehingga ragu-ragu dalam bergerak.
Namun, misteri terbesar dari sebuah karya perubahan
adalah “the establishment”. Kelompok mapan yang sudah cukup lama menikmati
manfaat dari kemapanan-nya. Mereka memiliki banyak jaringan yang bisa
dibagi-bagi, meskipun tidak semua; memiliki banyak pengikut yang setia untuk
tidak membuka opini kemajuan. Kelompok inilah yang menjadi tantangan bagi para pembaharu.
Mereka bisa saja tumbang, tapi naluri untuk senantiasa berada diatas akan
selalu membara. Tapi, harus juga diakui bahwa mereka mempunyai kedekatan
emosional, komunikasi dan kerjasama yang apik. Hanya kemudian, tinggal meramu
posisi the establishment itu sendiri. Apakah berdiri membangun kemapanan
pribadi/kelompok (selfish) atau bersama-sama berdiri kokoh membangun
nilai-nilai sosial (social capital) yang kuat.
Jika konsentrasi kementrian agama kabupaten Bangkalan
(baca: MAPENDA) hanya terletak bagaimana mengurusi administrasi seperti:
pendataan madrsah yang perlu mendapatkan bantuan rehab, penyaluran bantuan
operasional madrasah (BOM), penyaluran bantuan siswa miskin (BSM),
pemutahakhiran jumlah peserta didik, dan lain sebagainya, dan juga konsentrasi
madrsah yang hanya berkutat pada pengguguran kewajiban, tanpa adanya penekanan terhadap penanaman budaya
penelitian pada guru dan anak didik, maka
tidak akan ada perubahan di institusi lembaga
pendidikan madrsah.
Kalau budaya kementrian agama kabupaten Bangkalan dan
seluruh madrasah kuat kedalam, menjunjung tinggi nilai-nilai sosial, komitmen
akan mudah diraih. Perubahan di madrasah merupakan tuntutan. Kitab kuning,
alfiah, nahwu shorof, dan lain sebagainya tidak lagi harus menjadi santapan
utama, meskipun itu tidak bisa ditinggalkan karena merupakan ciri khas madrsah.
Madrasah tidak hanya membutuhkan kajian-kajian kitab-kitab tersebut melainkan
juga penelitian-penelitian terhadap terhadap seluruh objek yang ada
disekelilingnya. Dengan penanaman jiwa yang selalu ingin meneliti akan menumbuh-kembangkan
kepercayaan keilmuwan yang telah ditanamkan.
Terwujudnya
madrasah yang maju dan bermutu, merupakan harapan kementrian agama kabupaten Bangkalan,
terlebih setiap penyelenggara dan pengelola madarasah. Karena kemajuan dan
pencapaian mutu bagi penyelenggara dan pengelola madrasah, akan berhubungan
langsung dengan keberadaan madrasah di masa depan. Di tengah makin
kompetitifnya dunia pendidikan di Indonesia, hanya dengan meraih kemajuan dan
pencapaian mutu sesuai harapan masyarakat, madrasah akan bisa tetap dihargai,
dipercaya, diterima, dan diminati. Dengan “madrasah science fair and expo madrsah”,
kini madrasah dapat mendongakkan kepala keatas, bukan berarti sombong tapi
berjalan penuh percaya diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar